Translate


Sebelum dikenal dengan sebutan Pulau Bali, para pelaut asing dulunya menyebut Pulau Bali dengan berbagai sebutan seperti Bally, Boly, atau Ballie. Sementara pelaut Bangsa Spanyol menyebut Bali dengan sebutan Jawa Minor.

Pada tahun 1500 an, Pulau Bali tidak populer seperti saat ini. Para pelaut, pedagang, petualang, atau perompak bangsa Potugis yang berlayar sampai di Malaka tahun 1509 sampai di Maluku tahun 1601, hanya melintasi pesisir pantai  pulau Bali. Bangsa Portugis ini menyebut Bali dengan nama Bally, Boly, atau Ballie. Tujuan utama pelayaran mereka adalah kepulauan Maluku. Sesekali mereka singgah di pantai Bali. Namun kedatangan mereka bukan untuk berkunjung, tetapi hanya untuk mencari air bersih dan segera pergi untuk mencari rempah-rempah. 


Bangsa Spanyol juga beberapa kali melintasi Pulau Bali. Mereka melihat pulau mungil yang disebut Jawa Minor, hanya dari atas kapalnya saja dan tidak berkunjung ke Pulau ini.

Catatan tertua mengenai Bali dibuat seorang Belanda bernama Lintgens. Ia merupakan salah seorang anak buah kapal yang dinakhodai oleh  pelaut bangsa Belanda, Cornelis de Houtman. Dalam laporannya, ia banyak menyanjung keindahan alam dan budaya kehidupan Bali. Jaman itu masyarakat dunia belum tertarik kepada Bali, karena tidak ada barang dagangan di Bali, seperti kayu cendana atau rempah-rempah.

Bangsa Belanda mulai tertarik pada Bali pada tahun 1601, dimana Belanda mengirim utusan resmi ke Bali dibawah pimpinan Admiral Cornells van Heemskerck dengan membawa surat dan hadiah-hadiah berharga dari raja Belanda Prince Maurits.

Raja yang berkuasa di Bali waktu itu menyambut baik utusan ini, dan ada kata-kata dari Raja: "Bali dan Belanda adalah satu".

Saat akan kembali ke Belanda, selain diberikan cendramata, Heemskerck juga dihadiahi seorang gadis Bali yang molek.  Heemskerck dengan halus menolak hadiah istimewa ini, tetapi raja mengatakan, bahwa kurang sopan menolak pemberian yang tulus.

Ucapan raja "Bali dan Belanda adalah satu" yang mengandung falsafah tinggi, tattwam asi, diartikan lain oleh orang Belanda, bahwa orang Bali sangat kompromis. Apa yang terjadi tahun-tahun kemudian ternyata Belanda sangat sulit untuk menaklukkan Bali.

Setelah Bali ditaklukkan Belanda pada awal abad 20, para arkeolog, antropolog dan budayawan Belanda menemukan peninggalan sejarah yang sangat luar biasa di Bali. Mereka baru mengerti kalau Bali yang "kecil" itu  menyimpan sesuatu sangat "besar" nilainya yang selama ini diabaikan bangsa Barat.

Setelah dipelajari mereka makin terpesona, sehingga mereka memproteksi Bali secara ketat. Bahkan penyebar agama yang disebut missionaries pun dihambat. Kedatangan turis juga dibatasi oleh para budayawan Belanda terutama Dr. H.N. van der Tuuk,  J.F. Liefrinck dan Dr. R.Goris. Tahun 1928, mereka mendirikan suatu badan berbentuk  yayasan dengan nama "Stichting van Liefrinck en Van der Tuuk" yang diresmikan oleh J. Caron, resident Bali dan Lombok.

Setelah itu para peneliti asing bersama-sama dengan para cendekiawan Indonesia mengadakan penelitian terhadap sejarah Bali bersumber dari babad dan naskah kuna lainnya peninggalan kerajaan-kerajaan di Bali dan Jawa. Mereka dalah Prof. Brandes, Berg, Kern, Krom, Pigeaud, Teeuw, Uhlenbeck, and Zoetmulder, dan banyak lainnya.

Pada "jaman Belanda" itu juga muncul babad-babad baru, seperti babad Mengwi, Babad Buleleng, Babad Tabanan dan banyak lagi bermunculan setelah itu.

Sampai sekarang pulau Bali yang mungil ini tetap menjadi "santapan yang lezat" bagi para peneliti baik yang tua maupun peneliti muda dari seluruh dunia. Sepertinya mereka berlomba untuk membuka tabir yang menyelimuti kekayaan budaya Bali yang dianggap masih penuh misteri dengan kulitnya yang berlapis-lapis.

Related Post :